Sabtu, 04 April 2009

MANAJEMEN TENAGA KEPENDIDIKAN

A. Tenaga Kependidikan
Dalam masyarakat tenaga kependidikan masih dianggap mempunyai dua arti yaitu guru yang ada dalam masyarakat (informal) seperti guru mengaji,ustad maupun orang tertua atau disegani dalam masyarakat tersebut. Yang kedua yaitu tenaga kependidikan formal yaitu guru yang ada dalam sekolah-sekolah. Namun peran guru disini tidak hanya di sekolah saja tetapi juga di lungkungan masyarakatnya sehari-hari. Dalam pembahasan ini lebih menekankan tenaga pendidikan yang bersifat formal dimana memenuhi kriteria dan sah menurut hukum atau peraturan yang berlaku.
Menurut UUSPN No. 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Dimana tenaga kependidikan tersebut memenuhi syarat yang ditentukan oleh undang-uandang yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang, diserahi tugas dalam suatu jabatan dan digaji pula menurut aturan yang berlaku.

B. Jenis Tenaga Kependidikan
Tenaga kependidikan merupakan seluruh komponenyang terdapat dalam instansi atau lembaga pendidikan yang tidak hanya mencakup guru saja melainkan keseluruhan yang berpartisipasi dalam pendidikan. Dilihat dari jenisnya tenaga kependidikan terdiri atas :
a. Kepala Sekolah
b. Guru ( kelas, agama, penjaskes, muatan lokal )
c. Tenaga Administrasi / TU
d. Penjaga Sekolah / kebersihan sekolah
e. Tenaga Fungsional lainnya ( Guru BP, Pustakawan, laboran dan teknisi sumber
belajar )
Sedangkan apabila dilihat dari statusnya, tenaga kependidikan terdiri atas :
a. Pegawai negeri sipil ( PNS )
b. Guru tidak tetap
c. Guru bantu
d.Tenaga sukarela

C. Manajemen Tenaga Kependidikan
Manajemen tenaga kependidikan merupakan kegiatan yang mencakup penetapan norma, standar, prosedur, pengangkatan, pembinaan, penatalaksanaan, kesejahteraan dan pemberhentian tenaga kependidikan sekolah agar dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dalam mencapai tujuan sekolah.
Manajemen tenaga kependidikan atau manajemen personalia pendidikan bertujuan untuk mendayagunakan tenaga kependidikan secara efektif dan efisien untuk mencapai hasil yang optimal, namun tetap dalam kondisi yang menyenangkan. Untuk mewujudkan keseragaman perlakuan dan kepastian hukum bagi tenaga kependidikan sekolah dasar dalam melaksanakan tugas dan fungsi, wewenang dan tanggung jawabnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Konsep Manajemen Tenaga Kependidikan, tenaga kependidikan bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan/atau memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan. Adapun komponen dari manajemen ini adalah sebagai berikut:
a. Penyusunan formasi
b. Pengadaan pegawai
c. Kenaikan pangkat
d. Pembinaan dan pengembangan karier pegawai
e. Ketatalaksanaan tenaga kependidikan
1) Pembuatan Buku Induk Pegawai
2) Daftar Urut Kepegawaian ( DUK )
3) Kartu Pegawai ( KARPEG )
4) Tabungan Asuransi Pegawai ( TASPEN )
5) Asuransi Kesehatan ( ASKES )
6) Kartu Istri ( KARIS ) dan Kartu Suami ( KARSU )
f. Pemberhentian Pegawai
Sedangkan terdapat beberapa dimensi kegiatan manajemen tenaga kependidikan/ kepegawaian, antara lain :
a) Recruitment atau penarikan mulai dari pengumuman penerimaan pegawai, pendaftaran, pengetesan, pengumuman diterimanya pegawai sampai dengan daftar ulang.
b) Placement atau penempatan, yaitu proses penanganan pegawai baru yang sudah melaksanakan pendaftaran ulang untuk diberi tahu pada bagian seksi mana mereka ditempatkan. Penugasan dilakukan sesuai dengan bidang keahlian dan kebutuhan lembaga. Didalam tahap ini sebenarnya penanganan bukan berarti sampai menempatkan dan memberi tugas saja, tetapi juga menggunakan pegawai tersebut sebaik-baiknya, merangsang kegairahan kerja dengan menciptakan kondisi atau suasana kerja yang baik. Di samping itu juga memberi kesejahteraan pegawai berupa gaji, insentif, memberi cuti izin, dan pertemuan-pertemuan yang bersifat kekeluargaan.
c) Development atau pengembangan, dimaksudkan untuk penigkatan mutu pegawai baik dilakukan dengan melalui pendidikan maupun kesempatan-kesempatan lain seperti penataran, diskusi ilmiah, lokakarya, membaca majalah dan surat kabar, menjadi anggota organisasi profesi dan lain sebagainya. Mengatur kenaikan pangkat dan kenaikan gaji, dapat dikategorikan sebagai pemberian kesejahteraan dan dapat dikategorikan sebagai pengembangan pegawai. Pegawai yang diberi penghargaan dengan atau pemberian kedudukan, akan mendorong pegawai tersebut untuk lebih meningkatkan tanggung jawabnya.
d) Pengawasan atau evaluasi, merupakan aspek terakhir dalam penanganan pegawai. Pada tahap ini dimaksudkan bahwa pada tahap-tahap tertentu pegawai diperiksa, apakah yang mereka lakukan sudah sesuai dengan tugas yang seharusnya atau belum. Selain evaluasi atau penilaian juga dilakukan untuk mengetahui tingkat kenaikan kemampuan personil setelah mereka memperoleh pembinaan dan pengembangan.


D. Pengadaan Tenaga kependidikan
Pengadaan tenaga kependidikan diselengarakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. pengumuman
Pengumuman ini dilakukan untuk memberitahukan kepada seluruh masyarakat yang memenuhi kualifikasi melalui media cetak maupun media elektronik. Dalam pengumuman pengadaan tenaga kependidikan,hal yang harus tercantum adalah sebagai berikut:
Jenis atau macam pegawai yang dibutuhkan
• Persyaratan yang dituntut dari para pelamar.
• Batas waktu dimulai dan diakhiri pendaftaran.
• Alamat dan tempat pengajuan pelamaran.
• Lain-lain yang dipandang perlu.
2. Pendaftaran
Pendaftaran dilakukan setelah pengumuman tersebar dan pendaftar mengajukan pemohonan dengan memenuhi syarat yang telah ditentukan beserta lampiran lainnya yang dibutuhkan.
3. Seleksi atau penyaringan
Dalam pengadaan tenaga kependidikan, penyaringan dilaksanakan melalui dua tahap yaitu:
a) Penyaringan administrative
Penyaringan administrative dilaksanakan berupa pemeriksaan terhadap kelengkapan beserta lampirannya. Apabila terdapat kekurangan lengkapan dalam hal administrative maka pesrta tersebut akan gagal.
b) Ujian atau test
Setelah peserta yang lulus dala tes penyaringan administrative maka akan mengikuti ujian pegawai dengan materi pengetahuan umum, pengetahuan tehnis, dan lainnya yang dipandang perlu.
4. Pengumuman.
Pengumuman ini berisi peserta yang lolos dalam seleksi sesuai ketentuan dan penempatan kerja.
E. Pengangkatan Dan Penempatan Tenaga Kependidikan
Pengangkatan dan penempatan tenaga kependidikan yang bukan tenaga pendidik pada satuan pendidikan yang disclenggarakan oleh Pemerintah dilakukan oleh Menteri, Menteri lain, atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen dengan memperhatikan keseimbangan antara penempatan dan kebutuhan serta ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi pegawai negeri.
Pengangkatan dan penempatan tenaga kependidikan yang bukan tenaga pcndidik pada satuan pendidikan yang diselenggarakan olch masyarakat dilakukan oleh penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan dengan memperhatikan persyaratan yang ditetapkan oleh penyelenggara dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk dapat diangkat sebagai tenaga pendidik, calon tenaga pendidik yang bersangkutan selain memiliki kualifikasi sebagai tenaga pengajar harus pula memenuhi persyaratan berikut:
1. Sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan dengan tanda bukti dari yang berwenang, yang meliputi:
a. tidak menderita penyakit menahun (kronis) dan/atau yang menular.
b. tidak memiliki cacat tubuh yang dapat menghambat pelaksanaan tugas sebagai tenaga pendidik.
c.tidak menderita kelainan mental.
2.Berkepribadian, yang meliputi:
a. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b.bcrkepribadian Pancasila.

F. Pembinaan Tenaga Kependidikan
Pembinaan karier tenaga kependidikan meliputi kenaikan pangkat dan jabatan berdasarkan prestasi kerja dan peningkatan disiplin.Yang pembinaan disini adalah segala usaha untuk memanajukan dan meningkatkan mutu, keahlian, kemampuan, dan keterampilan, demi kelancaran pelaksanaan tugas pendidikan. Adapun alas an diadakannya pengembangan tehnologi diantaranya yaitu:
1. perkembanagan ilmu dan tehnologi.
2. menutup kelemahan dari seleksi.
3. menumbuhkan ikatan batin.
Dalam hal pengembangan pegawai, banyak cara yang sudah dikembangkan. pengembangan ini dilaksanakan dengan:
1. Bimbingan berupa petunjuk yang diberikan kepada pegawai, pada waktu melaksanakan tugasnya.
2. Latihan-latihan berupa intern dan ekstern.
3. Pendidikan formal
4. Promosi berupa pengangkatan jabatan ke yang lebih tinggi.
5. Penataran
6. Lokakarya atau workshop
7. dan sebagainya.

G. Pemindahan tenaga Kependidikan
Mutasi mempunyai pengertian luas, dimana segala perubahan jabatan seorang tenaga kependidikan. Mutasi ini juga diartikan sebagai pemindahan wilayah kerja. Dilakukannya mutasi disebabkan oleh beberapa hal diantaranya atas tugas dinas maupun permintaan sendiri. Tujuan diadakannya mutasi ini adalah:
1. Untuk menghilangkan rasa bosan.
2. Dalam rangka pembinaan pegawai agar mendapat pengalaman yang luas.
3. Dalam rangka penataan kembali pegawai sehingga menemukan tempat yang sesuai dengan minat dan kemampuannya.

H. Pemberhentian Tenaga Kependidikan
Pemberhentian seorang pegawai dapat karena pelanggaran disiplin, pengunduran diri, pengurangan tenaga atau pensiun. Aturan tentang pemberhentian pegawai harus jelas karena menyangkut nasib seseorang, terutama tentang pemberhentian karena pelanggaran disiplin dan pengurangan tenaga karena dapat memicu ketidakpuasan seseorang yang dikenai tindakan ini. Untuk pemberhentian karena pengunduran diri harus dilihat apakah pegawai yang bersangkutan memiliki ikatan atau perjanjian tertentu dengan sekolah atau tidak. Sedangkan pemberhentian karena memasuki usia pensiun sebaiknya didahului oleh program persiapan pensiun.
Pemberhentian dengan hormat tenaga kependidikan atas dasar:
1. permohonan sendiri.
2. meninggal dunia.
3. mencapai batas usia pensiun, dilakukan oleh penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan.
Sedangkan pemberhentian tidak dengan hormat tenaga kependidikan dilakukan atas dasar:
1. Hukuman jabatan;
2. Akibat pidana penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dilakukan oleh penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan.
Selain itu, dalam Pemberhentian tenaga kependidikan dapat dilakukan karena sebab lain diantaranya sebagai berikut :
1. Pemberhentian atas permintaan sendiri
2. Pemberhentian karena mencapai batas usia pensiun
3. Pemberhentian karena adanya penyederhanaan organisasi
4. Pemberhentian karena melakukan pelanggaran
5. Pemberhentian karena tidak cakap jasmani dan rohani
6. Pemberhentian karena meninggalkan tugas
7. Pemberhentian karena meninggal dunia atau hilang





Daftar Pustaka

Daryanto, H.M. 2005. Administrasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Tim Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan FIP Malang cet-2. 1989. Administrasi Pendidikan. Malang: IKIP Malang.
Rivai, Moh. 1982. Administrasi Pendidikan Dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Jenmars.
Sahertian, Piet A. dan Ida Alcida Sahertian. 1987. Supervisi Dalam Rangka Pembinaan dan Peningkatan Profesi Mengajar. Malang : IKIP Malang.
Mulyana, Nurhadi. 1983. Administrasi Pendidikan Di Sekolah, cetakan ketujuh. Yogyakarta: Andi Offset.
Sutopo, Hendyat. 1999. manajemen Dan Organisasi Sekolah. Malang:IKIP Malang.

The Way of Life) dalam mempertahankan kebudayaan tradisional masyarakat pedesaan

A. Pengertian Masyarakat Desa
Masyarakat desa adalah masyarakat yang kehidupannya masih banyak dikuasai oleh adat istiadat lama. Adat istiadat adalah sesuatu aturan yang sudah mantap dan mencakup segala konsepsi sistem budaya yang mengatur tindakan atau perbuatan manusia dalam kehidupan sosial hidup bersama, bekerja sama dan berhubungan erat secara tahan lama, dengan sifat-sifat yang hampir seragam.
Istilah desa dapat merujuk arti yang berbeda-beda tergantung dari sudut pandangnya.
Secara umum desa memiliki 3 unsur yaitu :
1. Daerah dan letak dalam arti tanah yang meliputi luas, lokasi
2. Penduduknya dalam arti jumlah, struktur umur, mata pencaharian
3. Tata kehidupan dalam arti corak, pola tata pergaulan dan ikatan warga desa.

B. Karakteristik Masyarakat Perdesaan
Desa-desa di Indonesia sangat beragam. Sehubungan dengan hal itu, Koentjaraningrat mengemukakan perlunya berbagai sistem prinsip yang dapat dipakai dalam mengklasifikasikan aneka warna bentuk desa di Indonesia. Di samping itu, untuk menandai ciri-ciri desa di Indonesia, perlu diperhitungkan pula faktor-faktor: 1) tingkat teknologi dan kondisi geografis, 2) keberagaman suku bangsa di Indonesia, 3) perbedaan dalam dasar-dasar peradaban suatu kawasan, dan 4) pengaruh kekuasaan luar desa.
Raharjo (2004) dalam bukunya mengutip pendapat Paul H.
Landis yang menyatakan dalam garis besar ciri-ciri kebudayaan tradisional
masyarakat desa adalah sebagai berikut.
1. Adaptasi yang kuat terhadap lingkungan alamnya, sehingga pola kebudayaan masyarakat desa terikat dan mengikuti karakteristik khas lingkungan (alam) nya. Contohnya: pertanian yang sangat tergantung pada jenis tanah, keadaan iklim dan sebagainya akan menentukan karakteristik suatu desa menurut jenis komoditas yang dihasilkan.
2. Rendahnya tingkat inovasi masyarakat.
3. Mengembangkan filsafat hidup yang organis. Refleksi dari filsafat ini adalah tebalnya rasa kekeluargaan dan kolektivitas.
4. Pola kebiasaan hidup yang lamban, akibat pengaruh irama alam yang ajeg dan lamban.
5. Kepercayaan terhadap takhayul.
6. Hidup bersahaja.
7. Rendahnya kesadaran masyarakat akan waktu.
8. Cenderung bersifat praktis, tidak begitu mengindahkan estetika dan ornamen-ornamen, tidak berbasa-basi, sehingga menumbuhkan sifat jujur, terus terang dan bersahabat.
9. Memiliki standar moral yang kaku
Keberagaman desa-desa di Indonesia menyebabkan terjadinya kesulitan dalam usaha untuk menyeragamkan desa-desa tersebut. Salah satu kesulitan adalah kesulitan dalam mencari padanan desa di Jawa dengan fenomena serupa yang ada di luar Jawa. Usaha yang telah dilakukan antara lain adalah pembakuan desa di Indonesia lewat Surat Menteri Dalam Negeri tanggal 29 April 1969 (Nomor Desa 5/1/29) kepada para gubernur seluruh Indonesia.
Menurut Roucek dan Warren, untuk memahami masyarakat desa dapat dilihat dari karakteristiknya yaitu:
1. Besarnya peranan kelompok primer.
2. Faktor geografis sebagai dasar pembentukan kelompok.
3. Hubungan bersifat akrab dan langgeng.
4. Homogen.
5. Keluarga sebagai unit ekonomi.
6. Populasi anak dalam proporsi lebih besar.
Menurut Pitirim A. Sorokin dan Carle C. Zimmerman faktor-faktor yang dapat menentukan karakteristik masyarakat desa dan kota adalah:
1. mata pencaharian;
2. ukuran komunitas;
3. tingkat kepadatan penduduk;
4. lingkungan;
5. diferensiasi sosial;
6. stratifikasi sosial;
7. interaksi sosial;
8. solidaritas sosial.

C. Ciri-Ciri Masyarakat Desa
Adapun ciri yang menonjol pada masyarakat desa antara lain pada umumnya kehidupannya tergantung pada alam (bercocok tanam) anggotanya saling mengenal, sifat gotong royong erat penduduknya sedikit perbedaan penghayatan dalam kehidupan religi lebih kuat.
1. Lingkungan dan Orientasi Terhadap Alam
Desa berhubungan erat dengan alam, ini disebabkan oleh lokasi geografis di daerah desa petani, realitas alam ini sangat vital menunjang kehidupannya. Kepercayaan-kepercayaan dan hukum-hukum alam seperti dalam pola berfikir dan falsafah hidupnya menentukan.


2. Dalam Segi Pekerjaan/Mata Pencaharian
Umumnya mata pencaharian daerah perdesaan adalah bertani, sedangkan mata pencaharian berdagang merupakan pekerjaan sekunder sebagian besar penduduknya bertani.
3. Ukuran Komunitas
Komunitas perdesaan biasanya lebih kecil dan daerah perdesaan mempunyai penduduk yang rendah kilo meter perseginya.
4. Kepadatan Penduduknya
Kepadatan penduduknya lebih rendah, biasanya kelompok perumahan yang dikelilingi oleh tanah pertanian udaranya yang segar, bentuk interaksi sosial dalam kelompok sosial menyebabkan orang tidak terisolasi.
5. Diferensiasi Sosial Dan Pelapisan Sosial
Pada masyarakat desa yang homogenitas, derajat diferensiasi atau perbedaan sosial relatif lebih rendah. Masyarakat desa kesenjangan antara kelas atas dan kelas bawah tidak terlalu besar.
6. Pengawasan Sosial
Masyarakat desa pengawasan sosial pribadi dan ramah tamah disamping itu kesadaran untuk mentaati norma yang berlaku sebagai alat pengawasan sosial.
7. Pola Kepemimpinan dan Segi Politik
Menentukan kepemimpinan di daerah cenderung banyak ditentukan oleh kualitas pribadi dari individu. Disebabkan oleh luasnya kontak tatap muka dan individu lebih banyak saling mengetahui. Misalnya karena kejujuran, kesolehan, sifat pengorbanannya dan pengalamannya.
Pemimpin yang berdasarkan tradisi atau berdasarkan nilai-nilai sosial yang mendalam misal :

- Kyai
- Pendeta
- Tokoh adat dan
- Tokoh masyarakat


8. Dalam Segi Keluarga dan Pendidikan
Rasa persatuan dalam masyarakat desa sangat kuat. Peranan keluarga sangat penting dalam berbagai kehidupan, baik dalam kehidupan ekonomi, pendidikan, adat istiadat dan agama.
Pendidikan keluarga mewariskan nilai-nilai dan norma-norma masyarakat kepada generasi berikutnya. Sebaliknya, pendidikan sekolah sangat jarang dijumpai kalaupun ada pendidikan sekolah hanya terbatas pada tingkat dasar. Sebagai pelengkap pendidikan oleh keluarga atau masyarakat.
9. Dalam Segi Agama
Fungsi agama mengatur hubungan manusia dengan yang maha pencipta. Menjalankan perintah dan menjadi larangannya sesuai dengan aturan agama yang dianut.
10. Kesetiakawanan Sosial
Kesetiakawanan sosial pada masyarakat desa lebih tinggi disebabkan oleh homogenis masyarakat yang terlihat dalam tolong menolong (gotong royong) dan masyarakat.
11. Perilaku Masyarakat Desa
Pola kelakuan adalah suatu cara bertingkah laku yang diciptakan untuk ditiru oleh banyak orang, suatu cara bertindak menjadi suatu pola bertindak yang tetap melalui proses pergaulan (peniruan) yang dilakukan oleh banyak orang dalam waktu relatif lama. Sehingga terbentuklah suatu kebiasaan didalam kehidupan masyarakat luas didapati seperangkat kelakuan sosial karena pergaulan, kelakuan berpola itu menjadi suatu yang bersifat mekanis tanpa disertai dengan kemauan ataupun kesadaran.
Jika bernilai moral yang baik tindakan demikian tidak menimbulkan masalah, sebaliknya jika negatif menimbulkan masalah dalam masyarakat. Didalam masyarakat desa tidak ada persaingan, disamping pengaruh norma dan nilai juga adat istiadat yang kuat, sehingga perubahan sangat lambat. Perilaku yang terikat bersifat status, gambar dan pasif mewarnai kehidupan. Kebiasaan-kebiasaan lain dalam aktifitas kehidupan tolong menolong demikian dalam mengambil keputusan melalui masyarakat sehingga mencapai mufakat dalam menyelesaikan masalah hukum hal asing lagi.

D. Kebudayaan Masyarakat Perdesaan Dan Cara Hidup (The Way of Life) Dalam Mempertahankan Kebudayaan Tradisional Masyarakat Perdesaan
1. Pola Kebudayaan Masyarakat Desa
Terhadap berbagai definisi tentang kebudayaan, antara lain yang mengemukakan bahwa way of life, yaitu way of thinking, way of feeling, dan way of doing. Untuk menganalisa masyarakat pedesaan yang bersifat bersahaja maka diperlukan konsep kebudayaan yang sederhana pula yaitu kebudayaan dilihat dari aspek kebudayaan dan non-kebudayaan (immaterial culture). Dengan kata lain kebudayaan dilihat sebagai suatu sistem nilai dan norma (adat istiadat) yang mengatur perilaku dan perikehidupan masyarakat desa.
Pola kebudayaan masyarakat desa termasuk pola kebudayaan tradisional, yaitu merupakan produk dari benarnya pengaruh alam terhadap masyarakat yang hidupnya tergantung pada alam. Menurut Paul H. Landis besar kecilnya pengaruh alam terhadap pola kebudayaan tradisional ditentukan oleh:
1) sejauh mana ketergantungan terhadap alam.
2) tingkat teknologi yang dimiliki.
3) sistem produksi yang diterapkan.
Paul H. Landis juga mengemukakan ciri-ciri kebudayaan tradisional yaitu:
1) adaptasinya pasif.
2) rendahnya tingkat invasi.
3) tebalnya rasa kolektivitas.
4) kebiasaan hidup yang lamban.
5) kepercayaan kepada takhayul.
6) kebutuhan material yang bersahaja.
7) rendahnya kesadaran terhadap waktu.
8) cenderung bersifat praktis.
9) standar moral yang kaku.
Persyaratan bagi eksistensi pola kebudayaan tradisional tidak hanya menyangkut kesembilan ciri-ciri di atas, melainkan juga harus memperhitungkan kekuatan-kekuatan luar desa (supradesa) seperti pengaruh struktur kekuatan tertentu yang mendominasi desa. Pelbagai kerajaan yang tersebar di persada Nusantara memiliki pengaruh yang sangat menentukan bagi pola kebudayaan masyarakat desa. Pengaruh kerajaan juga menyangkut masalah penguasaan kerajaan terhadap tanah pertanian (sistem feodalisme) sehingga masyarakat desa memiliki ketergantungan yang tinggi pada kerajaan. Di daerah-daerah yang tidak terdapat kerajaan maka sistem kekerabatan mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi keberadaan pola kebudayaan tradisional. Dengan kata lain, pola kebudayaan mereka identik dengan sistem kekerabatannya.
Corak dan sifat komunitas desa secara umum didasarkan pada sistem mata pencaharian pokok mereka yaitu sistem pertaniannya. Sistem pertanian lahan kering akan menciptakan tipe komunitas yang berbeda dengan sistem pertanian lahan basah. Di samping itu jenis-jenis tanaman juga akan menyebabkan perbedaan tipe komunitas. Pada dasarnya komunitas itu mempunyai dua karakteristik yaitu adanya 1) ikatan kedaerahan, dan 2) ikatan emosional di antara warganya. Komunitas desa diartikan sebagai komunitas kecil yang relatif masih bersahaja, yang masih jelas memiliki ketergantungan terhadap tempat tinggal (lingkungan) mereka entah sebagai petani, nelayan atau yang lainnya.
Selain komunitas desa pertanian terdapat pula komunitas desa nelayan. Faktor penentu struktur komunitas desa nelayan adalah pemilikan sarana menangkap ikan (perahu, jaring-jaring, harpun, dan lainnya). Secara umum terdapat dua strata pokok dalam struktur masyarakat desa nelayan yaitu juragan dan buruh nelayan. Selain itu terdapat pula strata komando kapal yang posisinya ada di tengah-tengah kedua strata tersebut. Kondisi komunitas desa nelayan ini ternyata lebih miskin dibanding komunitas desa pertanian.
Kaitannya dengan tradisi perdesaan, Tradisi dibedakan dalam pengertian sebagai tradisi sinkronik dan diakronik. Dalam pengertian tradisi diakronik, antara yang tradisional dengan yang modern tidak dapat dipertemukan atau dipersatukan. Sedangkan dalam tradisi sinkronik, tradisi justru bersifat situasional artinya mengikuti perubahan dan perkembangan zaman sehingga antara yang tradisional dengan yang modern tidak bertentangan.
Pengertian tradisi dan adat istiadat dikonkretkan lagi menjadi hukum adat. Pengertian hukum adat di sini lebih mengacu pada pengertian hukum asli yang ada di pelbagai daerah di Indonesia. Hukum adat yang mengatur kehidupan masyarakat-masyarakat di pelbagai daerah di Indonesia ini tidak terlepas dari pengaruh-pengaruh luar, misalnya pengaruh dari agama Hindu, Islam, dan pemerintahan kolonial.
Untuk memperoleh gambaran umum mengenai hukum adat di Indonesia, perlu dibedakan dua tipe desa berdasarkan perbedaan integritas masyarakatnya yaitu desa-desa di luar Jawa dan di Jawa. Integritas desa-desa di luar Jawa didasarkan atas hubungan darah (genealogis), sedangkan integritas desa-desa di Jawa lebih didasarkan pada ikatan hubungan daerah (geografis). Pada masyarakat yang integritasnya didasarkan pada ikatan darah maka hukum adatnya kurang memiliki kekuatan pengikat dan pengendali dibandingkan dengan hukum adat pada masyarakat yang integritasnya didasarkan pada ikatan darah.
Untuk desa-desa di Jawa umumnya, di daerah pedalaman khususnya, melemahnya tradisi serta hukum adat bukan saja karena sifatnya sebagai tipe desa geografis, melainkan terutama untuk intervensi yang dilancarkan oleh kekuatan-kekuatan luar desa (supradesa).Kekuatan supradesa ini adalah dari kekuatan kerajaan dan pemerintah kolonial.

2. Cara Hidup (The Way of Life) Masyarakat Perdesaan sebagai Bagian Dari Kebudayaan Tradisional
Terdapat dua aspek pada masyarakat manusia yaitu aspek statis dan aspek dinamis. Sosiologi melihat aspek statis masyarakat ini melalui konsep struktur sosial, sedangkan aspek dinamis dilihat dapat konsep proses sosial dan perubahan sosial.
Perubahan sosial tidak hanya terkait dengan luasnya cakupan perubahan, melainkan juga terkait dengan dimensi irama, besaran pengaruh, dan kesengajaan. Dilihat dari dimensi irama maka dibedakan antara perubahan yang pengaruhnya kecil dan perubahan yang pengaruhnya besar. Dilihat dari dimensi kesengajaan maka dibedakan atas perubahan yang dikehendaki/ direncanakan dan perubahan yang tidak kehendaki/ direncanakan. Di samping itu perubahan sosial juga menyangkut faktor-faktor penyebab terjadinya proses perubahan.
Dalam kaitannya dengan perubahan tersebut terdapat Komunitas Peasan (Peasant) dalam masyarakat pedesaan. Terdapat bermacam-macam definisi yang mencoba menjelaskan pengertian tentang peasan. Definisi-definisi tersebut pada dasarnya mengacu pada sistem kehidupan peasan yang bersifat subsisten, artinya masyarakat dengan tingkat hidup yang minimal atau hanya sekedar untuk hidup. Sistem kehidupan subsisten ini bisa dikarenakan faktor kultural, yaitu sudah menjadi way of life yang diyakini dan membudaya di antara kelompok masyarakat, bisa pula karena faktor struktural yaitu karena faktor kepemilikan tanah
Sehubungan dengan pola kebudayaan subsisten peasan, Everett M. Rogers mengemukakan tentang karakteristik dari subkultur peasan yaitu saling tidak mempercayai dalam berhubungan antara satu dengan yang lainnya, pemahaman tentang keterbatasan segala sesuatu di dunia, sikap tergantung sekaligus bermusuhan terhadap kekuasaan, familisme yang tebal, tingkat inovasi yang rendah, fatalisme, tingkat aspirasi yang rendah, kurangnya sikap penangguhan kepuasan, pandangan yang sempit mengenai dunia, dan derajat empati yang rendah. Karakteristik sebagaimana dikemukakan oleh Everett M. Rogers tersebut di atas tidak semua cocok dengan karakteristik peasan di Indonesia. Peasan di Indonesia lebih cenderung saling mempercayai antara satu dengan yang lainnya sehingga menimbulkan kebersamaan/kolektivitas yang tinggi.

PROSES SOSIAL

Suatu perubahan dalammasyarakat tentu sebelumnya terjadi interaksi sosial terlebih dahulu, namunsebelum hubungan itu terjadi maka akan mengalami proses sosial merupakan pengaruh timbal balik atau interaksi dari berbagai kehidupan sosial. Interaksi sosial ini merupakan kunci dalam kehidupan sosial. Syarat terjadinya interaksi sosial adalah adanya konak sosial baik itu langsung maupun tidak langsung. Dan terdapat komunikasi sebagai tafsiran atau reaksi pada perilaku orang lain terhadapnya. Namun apabila terdapat ketidaklancaran dalam interaksi terhadap orang lain baik itu karena cacat fisik maupun keahlian berinteraksi akan mengalami isolasi (kehidupan yang terasing). Sebagai contoh: seoarang anak yang sangat dibatasi oleh ayahnya dalam pergaulan. Sejak kecil ia tidak diperboleh keluar/ bermain dengan anak lainnya. Sehingga jiwanya tertinggal jauh dari anak pada umumnya.
Bentuk interaksi sosial ini berupan proses assosiatif berupa akomodasi (proses merujuk pada suatu keseimbangan), asimilasi dan akulturasi dan proses disasosiatif ( persaingan, pertentangan dan konflik). Sedangkan menurut Kimbal Young, proses sosial sebagai opposisi yang keseluruhan, kerjasama yang menghasilkan akomodasi dan diferensiasi yang melahirkan pelapisan sosial. Kerjasama ini kan timbul ketika orang merasa mempunyai kepentingan maupun tujuan yang sama dengan orang mapun kelomok yang diajak kerjasama. Namun apabila terdapat kepentingan yang berbeda akan menimbulkan persaingan yang terbagi ke dalam 2 bentuk diantaranya persaingan yang bersifat pribadi (Rivairy )dan tidak pribadi. Persaingan pribadi.

TEORI SOSIOLOGI PENDIDIKAN

Teori sosiologi yang dianggap penting terutama dalam pendidikan adalah teori struktural fungsional, teori konflik dan teori interaksionosme simbolis.
1. Teori struktural, dimana teori ini menekankan pada fungsi peran dari struktur sosial yang menedkankan pada konsensus dalam suatu masyarakat. Struktur itu sendiri berarti suatu sistem yang terlembagakan dan saling berkaitan. Kaitannya dengan pendidikan, Talcot Parson mempunyai pandangan terhadap fungsi sekolah diantaranya:
a. Sekolah sebagai sarana sosialisasi. Dimana sekolah mengubah orientasi kekhususan ke universalitas salah satunya yaitu mainset selain mewarisi budaya yang ada juga membuka wawasan baru terhadap dunia luar. Selain itu juga mengubah alokasi seleksi (sesuatu yang diperoleh bukan dengan usaha seperti hubungan darah, kerabat dekat, dll) ke peran dewasa yang diberikan penghargaan berdasarkan prestasi yang sesungguhnya.
b. Sekolah sebagai seleksi dan alokasi dimana sekolah memberikan motivasi-motivasi prestassi agar dapat siap dalam dunia pekerjaan dan dapat dialokasikan bagi mereka yang unggul.
c. Sekolah memberikan kesamaan kesempatan. Suatu sekolah yang baik pastinya memberikan kesamaan hak dan kewajiban tanpa memandang siapa dan bagaimana asal usul peserta didiknya.
2. Teori Konflik yang didalanya tidak mengakui kesamaan dalam suatu masyarakat. Menurut Weber, stratifikasi merupakan kekuatan sosial yang berpengaruh besar. Seperti halnya dalam sekolah, pendidikan merupakan variabel kelas atau status. Pendidikan akan mengantar sesorang untuk mendapatkan status yang tinggi yang menuju kearah konsumeris yang membedakan dengan kaum buruh. Namun tekanan disini bukan pada pendidikannya melainkan pada unsur kehidupan yang memisahkan dengan golongan lain. Menuru Weber, dalam dunia kerja belum tetntu mereka yang berpendidikan tinggi lebih trampil dengan mereka yang diberi latihan-latihan, namun pada kenyataanya mereka yang berpendidikan tinggi yang menduduki kelas penting. Jadi pendidikan seperti dikuasai oleh kaum elit, dan melanggengkan posisinya untuk mendapatkan status dan kekuasaannya.
3. Teori interaksionisme simbolik. Yang berasumsi bahwa kehidupan sosial hanya bermakna pada tingkat individual yang realita sosial itu tidak ada. Sebagai contoh buku bagi seorang berpendidikan merupakan suatu hal yang penting, namun bagi orang yang tidak mengenyam pendidikan tidak bermanfaat.

Teori perkembangan kota

Model Teori Konsentris
Banyak para ahli telah berusaha mengadakan penelitian mengenai struktur ruang kota yang ideal. Teori konsentris menyatakan bahwa daerah perkotaan dapat dibagi dalam enam zona sebagai berikut :
1. Zona pusat daerah kegiatan (Cantral Businnes Distritcs), terdapat pusat pertokoan besar (Dept. Store), gedung perkantoran yang bertingkat, bank, museum, hotel, restoran, dan sebagainya.
2. Zona peralihan atau zona transisi, merupakan daerah yang terikat dengan pusat daerah kegiatan. Penduduk zona ini tidak stabil, baik dilihat dari tempat tinggal maupun sosial ekonominya. Dikategorikan sebagai daerah berpenduduk miskin. Dalam rencana pengembangan kota daerah ini diubah menjadi lebih baik untuk kompleks indutri manufaktur, perhotelan, tempat parkir, gudang, apartemen, dan jalan-jalan utama yang menghubungkan inti kota dengan daerah luarnya. Pada daerah ini juga sering ditemui daerah slum atau daerah permukiman penduduk yang kumuh.
3. Zona pemukiman klas prcletar, perumahannya sedikit lebih baik. Didiami oleh para pekerja yang berpenghasilan kecil atau buruh dan karyawan kelas bawah, ditandai oleh adanya rumah-rumah kecil yang kurang menarik and rumah-rumah susun sederhana yang dihuni oleh keluarga besar. Burgess menamakan daerah ini sebagai woekingmen’s homes.
4. Zona pemukiman kelas menengah (residential zone), merupakan kompleks perumahan para karyawan kelas menengah yang memiliki keahlian tertentu. Rumah-rumahnya lebih baik dibandingkan daerah kelas proletar.
5. Wilayah tempat tinggal mesyarakat berpenghasilan tinggi. Ditandai dengan adanya kawasan elit, perumahan dan halaman yang luas. Sebagian besar penduduk merupakan kaum eksekutif, pengusaha besar, dan pejabat tinggi.
6. Zona penglaju (communities), merupakan daerah yang memasuki daerah belakang (hinterland) atau merupakan daerah batas desa-kota. Penduduknya bekerja di kota dan tinggal di pinggiran kota. Model konsentrik jarang terjadi secara ideal. Adapun model yang paling mendekati struktur ini adalah kota-kota pelabuhan.


Model Teori Sektoral menurut Homer Hoyt
Selain teori konsentris, juga terdapat teori sektoral (sector theory) menurut Homer Hoyt (1930). Menurut teori ini struktur ruang kota cenderung berkembang berdasarkan sektor-sektor daripada berdasarkan lingkaran-lingkaran konsentrik. PDK atau CBL terletak di pusat kota, namun pada bagian lainnya berkembang menurut sektor-sektor yang bentuknya menyerupai irisan kue bolu. Hal ini dapat terjadi akibat dari faktor geografi, seperti bentuk lahan dan pengembangan jalan sebagai sarana komunikasi dan transportasi. Menurut Homer Hoyt, kota tersusun sebagai berikut :
1. Pada lingkaran dalam terletak pusat kota (CBD) yang terdiri atas bangunan-bangunan kantor, hotel, bank, bioskop, pasar, dan pusat perbelanjaan.
2. Pada sektor tertentu terdapat kawasan industri ringan dan perdagangan.
3. Dekat pusat kota dan dekat sektor pada nomor 2, terdapat sektor murbawisma, yaitu tempat tinggal kaum murba atau kaum buruh.
4. Agak jauh dari pusat kota dan sektor industri serta perdagangan, terletak sektor masyawisma.
5. Lebih jauh lagi terdapat sektor adiwisma, yaitu kawasan tempat tinggal golongan atas.

Model Teori Inti Berganda menurut Harris dan Ullman
Teori lainnya mengenai struktur kota adalah Teori Inti Berganda (multiple nuclei) dari C.D. Harris dan E.L. Illman (1945). Teori ini merupakan bentuk kritikan terhadap teori konsentriknya Burgess, Struktur ruang kota dapat terjadi dalam suatu kota terdapat tempat-tempat tertentu yang berfungsi sebagai intii kota dan pusat pertumbuhan baru menyebabkan adanya beberapa inti dalam perkotaan, misalnya wilayah perindustrian, pelabuhan, kompleks perguruan tinggi, dan kota-kota kecil di sekitar kota besar. Struktur ruang kota menurut teori inti berganda adalah sebagai berikut :
1. Pusat kota atau Central Bussines Distric (CBD).
2. Kawasan niaga dan industri pangan.
3. Kawasan murbawisma, tempat tinggal berkualitas rendah.
4. Kawasan madyawisma, tempat tinggal berkualitas menengah.
5. Kawasan adiwisma, tempat tinggal berkualitas tinggi.
6. Pusat industri berat.
7. Pusat niaga perbelanjaan lain di pinggiran.
8. Upakota, untuk kawasan masyawisma dan adiwisma.
9. Upakota (suburb) kawasan industri.

Selasa, 24 Maret 2009

NEO MARXIAN GEORGE LUKACS

NEO MARXIAN GEORGE LUKACS
Pemikiran Lukacs merupakan pemikiran subyektif terhadap karya marx. Pemikirannya yang dianggap penting adalah mengenai reifikasi, kelas dan kesadaran palsu. Menurut Lukacs, ia tidak sepenuhnya menolak tentang teori marx merngenai reifikasi namun sekadar memperluas gagasan yang ada.
Yang pertama yaitu reifikasi. Reifikasi merupakan suatu anggapan bahwa segala sesuatu harus diwujudkan dalam bentuk lahiriah dan diukur secara kuantitatif yang dapat dijadikan sebagai pembedaan. Dalam masyarakat kapitalisme, komoditas adalah relasi antar orang yang mulai mereka percayai mempunyai karakter sebagai benda dan memiliki wujud obyektif. Dalam interaksinya dengan alam, masyarakat menghasilkan berbagai produk namun orang cenderung mengabaikan fakta bahwa merekalah yang menghasilkan komoditas dan memberikan nilai. Karena menurut mereka nilai merupakan hasil dari pasar dan terlepas dari aktor. Sedangkan fetisisme komoditas merupakan proses ketika komoditas dan pasar diyakini memilki eksistensi obyektif terhadap aktor dalam masyarakat kapitalis. Hal inilah yang menjadi dasar oleh Lukacs bagi konsepnya yaitu Reifikasi. Pebedaan antara fetisisme dengan reifikasi terletak pada institusi ekonomi pada fetisisme sedangkan reifikaisi deiberlakukan pada masyarakat.
Kedua yaitu kelas dan kesadarn palsu. Kesadaran kelas merujuk pada kepercayaan yang dimilki bersama oleh mereka yng menempati kelas yang sama. Namun menurut lukacs kesadaran kelas bukanlah jumlah atau rata-rata kesadaran individu, dimana ia menjadi milik sekelompok orang yang memilki tempat serupa dalam sebuah sistem produksi. Sedangkan dalam suatu masyarakat kapitalisme terdapat kesadaran palsu dimana tidak memilki pengertian yang jelas antara kelas karena didasrkan pada kepentingan. Kepalsuan kesadaran kelas berasal dari posisi kelas dalam struktur ekonomi masyarakat dimana menurut mereka kesadaran kelas berarti ketidaksadaran atas kondisi ekonomi dan sosiohistori setiap kelasnya. Dalam masyarakat prakapitalis, megara merupakan salah satu penyebab yang mencegah kesadaran kelas yang terlepas dari ekonomi, strata sosial, penyebab lain adalah kesadaran statusyang cenderng menutupi kesdaran kelas yang mengakibatkan tidak ada kelas dimasyarakat yang berbasis ekonomi yang disadarkan. Selain itu menurut Lukacs, kesdaran kelas pada masyarakt borjuis bersifat defensif dimana mereka mempertahankan kekuasaan mereka dari kelas proletariat.

Sabtu, 21 Maret 2009

Teori Fungsionalisme Struktural Tentang Lembaga Pendidikan

Dalam kehidupan suatu masyarakat tentunya selalu mengalami perubahan baik itu nilai, norma, struktur masyarakat, peran setiap individu dan sebagainya yang diakibatkan kontak dengan budaya lain. Begitu juga dala suatu negara, yang menjadi penerus setiap budaya adalah generasi muda dimana generasi muda ini harus benar-benar mempunyai bekal mental baik itu pendidikan maupun nilai sosial kehidupan yang baik. Untuk itu agen-agen sosialisasi sangat berperan penting yang mempunyai fungsi besar dalam masyarakat. Seperti halnya lembaga pendidikan merupakan kunci utama selain dikeluarga. Namun paradigma di Indonesia kadang terjadi perbedaan –perbedaan yang dianggap penyebab utamanya adalah tingkat IQ padahal dari segi keadaan sosiologisnya juga sangat berpengaruh seperti status sosial seseorang. Sehingga hal ini perlu diperhatikan lagi. Akan tetapi disisi lain perbedaan yang ada tersebut bukan menjadi pemicu konflik atau harus dihilangkan karena pada dasarnya masyarakat merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa bagian dan mempunyai peran-peran sendiri sehingga setiap struktur yang ada memang harus diiisi oleh kondisi-kondisi seperti itu.
Selain lembaga pendidikan sebagai agen sosialisasi utama, terdapat pula fungsi mendasar lembaga pendidikan diantaranya: 1)mengarahkan anak dari orientasi kekhususan ke universalistis dan dari orientasi askriptif ke orientasi prestasi. Dalam sekolah anak menyadari bahwa ia tidak diberi hak keistimewaan diatas teman-teman sekelasnya sehingga mengkondisikan kompetitif yang dilembagakan di sekolah. Contoh peran-peran didalam keluarga. Sedang askripsi ke prestasi mengenai persyaratan untuk peran pendayagunaan dari perbedaan yang ada atau differensiasi dalam masyarakat seperti diantaranya ascribe status, achieved status, dan achieved oriented. 2) berfungsi sebagai alokasi seleksi ke peran-peran dewasa yang diberi imbalan atau penghargaan yang tidak sama. Sehingga proses belajar yang banyak terbentuk dan terpengaruh disini.
Namun menurut K. Merton lembaga pendidikan bukan suatu organisasi karena bagai Merton suatu organisasi dapat bermanfaat bagi semua orang sedangkan pendidikan hanya bermanfaat bagi sebagian orang saja. Dan juga fungsinya ada yang diakui dan juga ada yang laten dan juga belum diakui.